MK memutuskan untuk menyetujui gugatan yang dilayangkan Almas Tsaqibbirru Re A Almas Tsaqibbirru Re A. terkait batasan usia capres-cawapres dalam pasal 169 huruf q UU Pemilu. Pada perkara yang bernomor 90/PUU-XXI/2023 itu, pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah tingkat provinsi, kabupaten, atau kota.
Merespons itu, dosen Ilmu Politik & International Studies Universitas Paramadina yang juga Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam mengatakan, keputusan MK ini seolah menyediakan “karpet merah” bagi putera Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres yang berpotensi diperebutkan Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.
Meski begitu, hal tersebut memungkinkan putusan MK berpotensi dianulir karena konflik kepentingan didalamnya. Pasalnya, putusan MK itu membuka celah pertentangan dengan Pasal 17 Ayat 3, 5, 6 dan 7 Undang-Undang No. 48/ 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan sebagai berikut:
A. Pasal 17 ayat 3 UU No. 48/ 2009: “Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terkait hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera”.
B. Pasal 17 ayat 5 UU No. 48/ 2009: “Seorang hakim dan panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia memiliki kepentingan langsung maupun tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas pihak yang berperkara”.
C. Pasal 17 ayat 6 UU No. 48/ 2009: “Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
D. Pasal 17 ayat 7 UU No. 48/ 2009: “Perkara sebagaimana dimaksud ayat (5) dan ayat (6) diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda”.
“Jika merujuk pada Pasal 17 ayat 3 UU No.48/ 2009 tersebut di atas, keberadaan Ketua MK Anwar Usman selaku adik ipar Presiden Jokowi sekaligus paman dari Gibran Rakabuming Raka, menguatkan dugaan adanya konflik kepentingan (conflict of interests), yang bertentangan dengan spirit independensi kekuasaan kehakiman," papar dia.
Selain itu, perlu juga dicermati apa sebenarnya hubungan mahasiswa UNSA Almas Tsaqibbirru selaku penggugat yang mengaku sebagai pengagum Gibran. Jika Almas memiliki relasi kepentingan secara langsung maupun tidak langsung dengan Gibran, maka hal itu jelas berpotensi bertentangan dengan Pasal 14 ayat 5 UU No.48/ 2009.
“Terlebih lagi, dalam Rapat Putusan Hakim (RPH) di MK kemarin, komposisi sikap hakim dalam pengambilan keputusan juga beragam dan tidak bulat. Di mana terdapat tiga hakim yang setuju, dua hakim dissenting opinion (DO), dan dua hakim concurring opinion (CO) atau memiliki argumen berbeda tetapi ikut saja bersetuju dengan keputusan mayoritas majelis hakim,’’ tambahnya.
Merujuk pada Pasal 17 ayat 6 dan 7 UU No. 48/ 2009, maka jika benar terjadi konflik kepentingan atau bahkan ada dugaan tekanan politik yang merusak independensi dan netralitas hakim, maka putusan MK tersebut bisa dianulir, putusannya dinyatakan tidak sah, dan pihak-pihak yang diduga mengacaukan netralitas dan independensi hakim bisa dikenakan sanksi administratif atau bahkan dipidanakan. Selanjutnya, setelah dianulir, amar putusan bisa diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda.
Selain itu, Ahmad Khoirul Umam juga memberikan saran agar ganjar dan Prabowo berhati-hati ketika memutuskan Gibran sebagai cawapres mereka.
“Merujuk pada celah ketidakpastian dan lemahnya legitimasi putusan MK ini, maka Prabowo maupun Ganjar, sebaiknya tidak gegabah dan berhati-hati dengan berpikir matang sebelum mengambil keputusan untuk menentukan Gibran sebagai cawapres mereka. Sebab, jika langkah politik itu sudah dilakukan, namun putusan MK kemudian digugat dan dianulir, maka hal itu akan menjadi amunisi yang sangat efektif untuk mendegradasi dan menghancurkan kredibilitas pencapresan mereka,’’ papar dia.